-->

Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah - Sejarah Islami


SeruInfo - Info Terbaru Dan Menarik


PEMBAHASAN


A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.

Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.

B.     Sistem Pemerintahan
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinastiIa merupakan revolusi dalam sejarah islam,revolusi prancis dan revolusi Rusia did lam sejarah barat.Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.      Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.      Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.      Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.      Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).

C.    Kemajuan – kemajuan Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya
.Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya. 
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.

1.      Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah

2.      kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi ini.
Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H / 768 M ).

3.      kemajuan dalam ilmu agama islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.

D.    Faktor Eksternal dan internal kejatuhan Dinasti Abasiyah
1)      Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1. Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung  dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.


2. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan.
Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, asuakn Hulagu bergerang untuk mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk melakukan aa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
2.       Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut
a.       Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Adalah Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
b.       Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
a)      Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b)      Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
c)      Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
d)     Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
e)      Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3.      Kemerosotan Perekonomian

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

4.      Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.Adalah khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara  Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.

Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan Berjaya.
Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah

a. Perdagangan Perniagaan tetap menjadi perhatian yang besar, baik dari penguasa Umawiyah maupun
Abbasiyah lebih menggondol bangsa Arab dalam memegang sentral kekuatan ekonomi negara, termasuk
dalam perdagangan. Sementara pemerintah Abbasiyah lebih egaliter dan equal sifatnya, sehingga golongan
muslim manapun bisa ikut andil dalam memegang kendali perdagangan, tanpa mengalami kesulitan dalam hal
birokrasi tetapi bagaimanapun satu hal yang patut dibanggakan pada kekuasaan dinasti Abbasiyah Penyebaran

yang efektif dari agama Islam bukanlah akibat perlakuan atau espansi militer kewilayahan-kewilayahan
tertentu, melainkan melalui kegiatan secara damai oleh pihak-pihak saudagar muslim dan oleh misi-misi
golongan sampai di sisi lain. Orang tertarik memeluk agama Islam berkat suri tauladan yang mereka
perlihatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
 Sumur-sumur dan terminal tempat peristirahatan para kapilah dagang yang Menempuh rute daratan, kian
diperbanyak jumlahnya, demikian juga menara-menara pengontrol. Bagi yang menggunakan rute laut
penguasa Abbasiyah menambah jumlah armada lautnya. Kecuali untuk pengamanan pelabuhan-pelabuhan
dagang juga untuk mengawal dan mengamankan kapal-kapal yang mengarungi lautan dari gangguan para
perampok. Perhatian ini sangat memberi pengaruh besar bagi perkembangan perniagaan muslim yang berskala
lokal maupun Internasional. Tidak heran jika masyarakat Eropa pada saat itu menjuluki para pedagang muslim

dengan “raja-raja dari timur” Dari Baghdad dan pusat-pusat perdagangan Islam lainnya para
pedagang muslim mengirim barang-barang melalui samudera ke timur jauh. Eropa dan Afrika, seperti
hasil-hasil industri perhiasan, kaca logam, Mutiara dan rempah-rempah. Mata uang arab (Daulah Abbasiyah)
yang beberapa dasa warsa terakhir ini ditemukan para arkeologi di daerah utara sampai Rusia, Finlandia,
Jerman dan Swedia, membuktikan bahwa kegiatan kaum muslimin dari zaman ini dan zaman berikutnya
meliputi seluruh dunia.

  b. Rute Dan Pusat Penting Perdagangan  Luas wilayah kerajaan yang tingginya
tingkat peradaban yang dicapai baik dalam bidang industri maupun pertanian memaksa diadakan suatu
perdagangan Internasional yang lebih luas. Berikut rute-rute penting yang dilalui para saudagar pada kegiatan
niaga pada masa dinasti Abbasiyah.
1. Dari barat ke timur via Mesir, memakai rute ini Kebanyakan para
pedagang Yahudi yang menjadi mitra usaha saudagar muslim dan Irak. Di istahan mereka mempunyai
perkampungan dagang yang disebut Havi Yahudi (lorong Yahudi)
2. Dari Eropa ke Timur Via Antiokh terus
ke Baghdad melalui sungai efrat, kemudian teluk Persi, Yaman, India dan China
3. Dari utara Rusia ke timur
melalui laut Kaspia kemudian ke Marx, Balk, Bukhara, Samarkhand, Transoxiana, dan China
4. Jalur darat
dari Eropa ke timur dimulai dari Andalusia, melalui Jabal Tarik ke Maroko, Tunisia, Mesir, Damaskus, Irak
(Baghdad, Basrah, dan Kuffah) lalu ke Iran, Kirman, India dan berakhir di China. Para saudagar muslim yang
berniaga lewat jalur ini sekarang disebut silk road (jalur sutra). Disebut demikian karena salah satu barang
dagangan yang diangkut berupa sutra.
5. Jalur laut dan Teluk Persi, Gujarat, Selat Malaka, Jawa, Laut China
ke Kanton (China) Sebuah karya maha penting tentang rute-rute dan pusat perdagangan dan pemerintahan
ditulis pada masa ini (abad ke 3 H/ 9 masehi) oleh seorang ahli geografi Abu Al–Qosim bin
Khurdadhbeh dari Persia dalam buku yang dinamakannya Al-Musalik wa al Mamalik, berikut pusat-pusat
penting perdagangan pada masa dinasti Abbasiyah.

1. Antiokh yang terletak di pesisir timur laut tengah
pelabuhan yang diperlebar pada masa khalifah mu’tasim ini merupakan pusat perdagangan Syam yang
menjadi transit (perhentian) para saudagar timur dan barat.
2. Pelabuhan Iskandaria dan varma, juga menjadi
penghubung antara pedagang yang dagang dari Eropa dan laut merah.
 3. Ailot, Qolzam, dan Jeddah, adalah
pusat-pusat perdagangan laut merah, Jeddah bahkan setiap tahun menjadi terminal jamaah haji yang datang
dari pelosok dunia.
4. Aden pintu gerbang kapal-kapal yang akan memasuki laut merah
 5. Basrah pintugerbang kota Baghdad dan muara sungai Tigris didatangi oleh pedagang dari timur dan barat
6. Baghdadmerupakan kota dagang terbesar di Asia, sebagaimana Iskandaria sebagai pusat perdagangan di Afrika,kesemarakan kota ini tidak saja disebabkan kedudukannya sebagai ibu kota daulat Abbasiyah dan pusatpertemuan jalur-jalur niaga dari seluruh penjuru.
7. Damaskus menjadi kota dagang penting karena dilewati
oleh kapilah-kapilah jamaah haji yang berangkat dan pulang dari Mekkah.
 8. Tushat, kota dagang Mesir diPage 1Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah
zaman dinasti Fatimah, merupakan kota terbersih dan aman tentram
9. Tes (Maroko) dan lain-lain Satu

kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam dan diteruskan kaum muslim, yakni dilangsungkannya pekan-pekan
dagang dan bazaar raya pada waktu-waktu tertentu do kota-kota penting perdagangan.

 c. Pertanian Kegiatan
perdagangan tidak mungkin mencapai kepesatan yang luar biasa jika tidak ditopang oleh kegiatan pertanian
dan Perindustrian yang mapan. Hal ini yang sangat menjadi perhatian para penguasa dinasti Abbasiyah. Pada
masa Abbasiyah lah bidang pertanian mengalami perkembangan pesat, karena di samping ibu kota terletak di
daerah sangat subur (diapit oleh sungai Efrat dan Tigris), para penguasa memberi kekebasan kepada penduduk
setempat untuk mengolah lahan pertanian mereka, tanpa tekanan-tekanan yang bersifat diskriminatif
(membeda-bedakan) Sekolah-sekolah pertanian dibuka untuk menganalisis sifat-sifat tanah dan tanaman yang
cocok untuk ditanam di atas jenis tanah dan iklim yang beraneka, sebuah karya penting tentang ilmu
pengolahan tanah dan tanaman ditulis di Irak oleh seorang insinyur, Ibn Washiyyah dalam buku yang
dinamakan kitab Al-Filalah al Nabatiyyah (291 H/904 M) yang isinya merupakan hasil riset dan perpaduan
antara ilmu tradisional dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam filsafat-filsafat kuno. Wilayah Spanyol
yang sangat subur tidak disia-siakan kaum muslimin. Gandum merupakan makanan pokok hampir seluruh
kaum muslimin saat itu diperkebunan sayur-mayur, tumbuhan polong dan beraneka ragam makanan rambat
serta rempah-rempah melimpah ruah.

Di wilayah-wilayah selain sayuran, kaum muslimin menanam seluruh
jenis buah-buahan yang terdapat di Mediterania, sementara di daerah pinggiran gurun, ditanami pohon kurma
yang menjadi makanan pokok penduduk miskin saat itu. Pertanian merupakan sumber terpenting kerajaan
Abbasiyah dan petani merupakan mayoritas penduduk yang mendiami seluruh wilayah kekuasaan di antara
mereka yang hanya menjadi buruh tani, praktek pengolahan tanah pertanian tidak jauh berbeda dengan praktek
masa khulafaur rasyidin.  d. Industri Di bidang industri terdapat pemisah antara sektor pemerintah dan swasta,
tetapi bagaimana bebasnya pihak swasta bergerak dalam suatu industri kerajinan tangan misalnya ia Tetap di
bawah aturan dan pengawasan negara. Hampir seluruh Perindustrian yang berskala besar ditangani oleh
negara, seperti pabrik senjata, galangan kapal laut, armada perdagangan pabrik kertas dan pabrik
barang-barang lux lainnya. Termasuk brukat emas untuk pakaian para khalifah dan hadiah raja-raja. Demikian
juga percetakan mata uang emas dan perak.  Kerajinan tangan yang di tangani oleh pihak swasta sangat
banyak dan bervariasi. Secara umum para produsen bertindak pula sebagai penjual barang-barang yang
diproduksinya. Bahkan, mereka yang bergerak di bidang tekstil, terhimpun dalam sebuah unit koperasi yang
disebut bazzaz (produsen dan penjual kain) yang pekerjanya penenun, pemintal dan binatu, kekuatan mereka
yang begitu besar dan sangat dominan, terutama di kota-kota besar, melahirkan kelompok baru dalam
masyarakat, aristokrat kaum pedagang.
 Beberapa bidang industri dan kerajinan rakyat yang terkenal pada
masa ini antara lain.

1. Industri gelas dan tembikar
 2. Industri tekstil dan tenun terdapat di Myat, Kabul,
Transoxiana, Maroko Andalus, Merx dan Mesir mosul sejak awal terkenal dengan pembuatan permadani yang khas, sedangkan kain kepala dari sutra yang hingga kini dikenal dengan sebutan kufiah, Damaskus terkenal dengan pembuatan kain Dumas yang disulami dengan benang emas dan kain-kain tirai yang dibuat dari pintalan sutra. 
3. Kertas telah lama dikenal orang di Cina. Ketika Samarkhand ditaklukkan kaum muslimin
(704 M), di kota ini terdapat pabrik kertas tulis yang diproduksinya sangat halus dan bagus, pada akhir ke 8 M.Baghdad telah memiliki pabrik kertas tersendiri. Dari kaum muslimin di Spanyol bangsa Eropa mengenal
kertas abad ke 12 dan 13 M.
 4. Industri pertimbangan, penggalian perak, kuningan, timah, dan besi terdapat didaerah Afrika dan Andalus. 
5. Penggilingan gula tebu menyebar di sebelah barat daya Persia, Basrah, dan
Tusthat, begitu juga pengolahan minyak jaitun yang menjadi pelezat makanan terdapat di Andalus Maroko
dan Mesir.
6. Selain jenis industri yang tercantum di muka dinasti Abbasiyah menggalakan industri pembuatan
lilin, sabun kerajinan kulit, galangan kapal perang dan lain-lain.

e. Penggunaan Mata Uang (Sikka) Sejak
masa Rasulullah, mata uang telah digunakan kaum muslimin sebagai salah satu bentuk pembayaran pajak,
tetapi mereka masih menggunakan mata uang romawi dan Persia, dinar dan dirham, Umar bin Khatab ketika
menjabat khalifah mulai mencetak uang yang berciri khas Islam tetapi bentuknya masih seperti mata uang
Kisra (Persia).
 Di dalam koin tersebut hanya ditambah lafadz Alhamdulillah, bahkan tercantum namanya
sendiri Umar di Mekkah. Abdullah bin Zubair mencetak uang sendiri uang dirham bulat dengan lafadz
Abdullah Muhammad Rasulullah dan Amarallah biladli wal wafa.
 Barulah pada masa dinasti Abbasiyah tepat
Page 2Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah
pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-96) dicetak pada masa daulat Islam. Mata uang dicetak
dengan bahan perak (disebut dirham) dan bahan emas (dinar) bertuliskan la ilaha illahau wahdah la syarikalah,
atau surat al-ikhlas dan ayat-ayat tertentu dari al-Qur'an. Di sisi lain tertulis tempat dan tahun percetakan. Mata uang Islam segera disebarkan ke wilayah–wilayah Islam diberbagai pelosok. Sejak itu mata uang Persia atau romawi tidak lagi dipergunakan, khalifah Abdul Malik sangat ketat dalam penggunaan mata uang, ia
mengancam dengan hukuman mati bagi seseorang muslim yang tidak menggunakan mata uang Islam sebagai
sarana jual beli

f. Kehidupan Sosial Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa
persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi
dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu
kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa
Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah
tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid
Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus
terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas khusus, tentara dan
pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan
penguasa buruh dan petani. KESIMPULAN

1. Untuk memajukan usaha perdagangan nasional maupun
Internasional, para khalifah Menempuh beberapa usaha antara lain: memperbanyak jumlah sumur-sumur dan
tempat peristirahatan para khalifah dagang yang Menempuh rute daratan dan kemudian mendirikan
menara-menara, pengontrol armada laut dan membentuk pasukan pengamanan untuk kebutuhan perdagangan
jalur laut.
2. Para saudagar, terutama yang berniaga melalui jalur darat dan Asia barat dan tengah hingga ke
daratan Cina dan India sangat besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah-wilayah yang
dikunjunginya.
3. Kepemilikan tanah pada masa Abbasiyah umumnya terbagi ke dalam tanah milik kaum
muslim tanah wakaf beberapa model praktek pengolahan tanah antara lain muzara’ah dan mugharasah.
4. Perindustrian terbagi ke dalam sektor industri yang ditangani dan yang oleh pihak negara dan pihak swasta
5. Pendapatan kas negara bersumber antara lain dari zakat jizyah, gharimah usy’r kharaj dan pajak
perdagangan. Pendapatan antara lain dibelanjakan untuk haji pegawai negara, tentara, pembangunan pertanian
dan industri perlengkapan senjata perang, ongkos para tahanan, dan hadiah-hadiah bagi orang yang
dikehendaki para khalifah.
6. Pada masa dinasti Abbasiyah, suasana kehidupan bermasyarakat lebih
berdasarkan persamaan

Sebaik-baiknya Manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Disqus Comments