Laju kepunahan berbagai spesies belakangan semakin mengkuatirkan. Hilangnya satu spesies dari muka bumi berarti berkurangnya satu lagi kekayaan ragam hayati di alam.
Pada akhirnya kerusakan alam dan hilangnya spesies tidak bisa kembali seperti semula. Tak terhitung berapa jenis satwa yang sudah punah. Para ahli memperkirakan bahwa setiap tahun, puluhan bahkan ratusan spesies punah di alam liar, terutama karena intervensi manusia lewat perburuan, maupun perusakan habitatnya.
Di alam bebas terdapat lebih banyak lagi spesies yang lebih dulu punah sebelum sempat dicatat, diketahui dan dipelajari secara ilmiah. Banyak spesies yang punah jauh sebelum masa kita, sehingga banyak diantara kita yang tak sempat sekalipun melihat wujud mereka, baik langsung, maupun melalui media.
Mongabay Indonesia merangkum sepuluh mamalia besar yang telah punah dalam dua abad terakhir, sebagai pengingat bagi kita semua bahwa tanpa usaha yang maksimal dan terus menerus, satwa-satwa lain juga menunggu dan akan menuju jurang kepunahan total.
1. Harimau Tasmania (punah tahun 1936)
4. Harimau Jawa
Panthera tigris sondaica, foto di Ujung Kulon 1938.
Harimau jawa (Panthera tigris sondaica) adalah subspesies harimau endemik pulau Jawa. Harimau ini telah dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan alih fungsi habitatnya menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Ukuran harimau jawa lebih kecil dibandingkan dengan spesies harimau lain.
Ukurannya yang kecil diyakini terkait dengan ukuran mangsanya yang tersedia di habitat mereka di pulau Jawa. Teorinya adalah bahwa semakin kecil mangsa, semakin kecil juga si predator. Pada suatu masa, harimau ini menghuni seluruh kawasan di Jawa.
Pada pertengahan 1800-an sampai pertengahan 1900-an pembukaan area pertanian, perkebunan dan hutan tanaman yang disponsori oleh pemerintah kolonial Belanda telah mendesak habitat satwa ini. Pembukaan lahan pertanian di Brebes dan Banyumas, Jawa Tengah dilaporkan telah membunuh ratusan harimau per tahunnya.
Orang-orang lokal menganggap harimau ini sebagai hama dan mengusir mereka ke daerah-daerah pegunungan terpencil, termasuk salah satunya di wilayah hutan pegunungan Meru Betiri di Jawa Timur. Banyak yang meyakini bahwa satwa ini masih tersisa, namun belum ada bukti yang kuat mengenai hal tersebut.
5. Harimau Bali
Panthera tigris balica, dibunuh di Bali Barat oleh Oscar Vojnich, 1911.
Pada akhirnya kerusakan alam dan hilangnya spesies tidak bisa kembali seperti semula. Tak terhitung berapa jenis satwa yang sudah punah. Para ahli memperkirakan bahwa setiap tahun, puluhan bahkan ratusan spesies punah di alam liar, terutama karena intervensi manusia lewat perburuan, maupun perusakan habitatnya.
Di alam bebas terdapat lebih banyak lagi spesies yang lebih dulu punah sebelum sempat dicatat, diketahui dan dipelajari secara ilmiah. Banyak spesies yang punah jauh sebelum masa kita, sehingga banyak diantara kita yang tak sempat sekalipun melihat wujud mereka, baik langsung, maupun melalui media.
Mongabay Indonesia merangkum sepuluh mamalia besar yang telah punah dalam dua abad terakhir, sebagai pengingat bagi kita semua bahwa tanpa usaha yang maksimal dan terus menerus, satwa-satwa lain juga menunggu dan akan menuju jurang kepunahan total.
1. Harimau Tasmania (punah tahun 1936)
Meskipun dijuluki harimau, harimau tasmania (Thylacinus cynocephalus) bukanlah keluarga harimau (panthera) yang dikenal. Satwa ini adalah hewan endemik benua utama Australia, populasinya diperkirakan telah menghilang sejak pengenalan anjing peliharaan oleh suku Aborigin ribuan tahun lalu, meskipun ada kemungkinan satwa ini bertahan sampai sampai awal abad ke-20 di pulau Tasmania.
Satwa ini disebut harimau tasmania karena punggungnya yang bercorak belang, namun ada juga yang menyebutnya serigala tasmania, dan dari mulut ke mulut disebut harimau tassie (atau tazzy) atau cukup harimau saja. Binatang ini adalah spesies terakhir dari genusnya, Thylacinus.
Satwa ini habis akibat diburu oleh manusia maupun anjing, rusaknya habitat, dan juga karena serangan penyakit. Harimau tasmania merupakan pemangsa yang ada di puncak rantai makanan dan merupakan karnivora marsupila (satwa berkantung) terbesar yang pernah diketahui.
2. Quagga (Punah pada tahun 1880-an)
Quagga (Equus quagga quagga) adalah kerabat dekat dari kuda dan zebra, dengan tubuh coklat kekuningan dengan garis-garis hanya pada kepala, leher dan bahu dan dengan kaki pucat. Quagga adalah satwa endemik daerah gurun dari benua Afrika sampai akhirnya punah di alam liar pada 1870-an.
Quagga terakhir mati di kandang di sebuah kebun binatang di Inggris pada tahun 1880-an. Satwa cantik ini diburu dengan brutal oleh petani lokal maupun pemukim pendatang di Afrika selatan untuk diambil daging dan kulitnya.
Awalnya Quagga ini hanya dianggap sebagai Zebra Burchell betina, atau zebra hasil kawin silang. Karena hal tersebut, para pemburu tak henti memburunya sampai akhirnya menyadari bahwa zebra ini adalah spesies tersendiri. Dan semuanya sudah terlambat.
3. Serigala Falkland (punah tahun 1870-an)
Serigala Kepulauan Falkland (Dusicyon australis) adalah satu-satunya mamalia darat asli Kepulauan Falkland, atau yang disebut juga kepulauan Malvinas, sebuah kawasan terpencil 500 km di sebelah timur daratan Argentina.
Satwa terakhir ditemukan mati di kawasan barat kepulauan Falkland pada tahun 1876. Spesies ini adalah satu-satunya spesies modern dalam genus Dusicyon. Genus yang berhubungan paling dekat dengan hewan ini adalah Lycalopex, termasuk Culpeo, yang dibawa ke Kepulauan Falkland pada zaman modern.
Serigala ini diketahui berasal dari Falkland Barat dan Timur. Pada tahun 1868 dan 1870, 2 serigala terakhir Falkland dibawa ke kebun binatang di Inggris. Keduanya mati beberapa tahun kemudian.
4. Harimau Jawa
Panthera tigris sondaica, foto di Ujung Kulon 1938.
Harimau jawa (Panthera tigris sondaica) adalah subspesies harimau endemik pulau Jawa. Harimau ini telah dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan alih fungsi habitatnya menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Ukuran harimau jawa lebih kecil dibandingkan dengan spesies harimau lain.
Ukurannya yang kecil diyakini terkait dengan ukuran mangsanya yang tersedia di habitat mereka di pulau Jawa. Teorinya adalah bahwa semakin kecil mangsa, semakin kecil juga si predator. Pada suatu masa, harimau ini menghuni seluruh kawasan di Jawa.
Pada pertengahan 1800-an sampai pertengahan 1900-an pembukaan area pertanian, perkebunan dan hutan tanaman yang disponsori oleh pemerintah kolonial Belanda telah mendesak habitat satwa ini. Pembukaan lahan pertanian di Brebes dan Banyumas, Jawa Tengah dilaporkan telah membunuh ratusan harimau per tahunnya.
Orang-orang lokal menganggap harimau ini sebagai hama dan mengusir mereka ke daerah-daerah pegunungan terpencil, termasuk salah satunya di wilayah hutan pegunungan Meru Betiri di Jawa Timur. Banyak yang meyakini bahwa satwa ini masih tersisa, namun belum ada bukti yang kuat mengenai hal tersebut.
5. Harimau Bali
Panthera tigris balica, dibunuh di Bali Barat oleh Oscar Vojnich, 1911.
Harimau bali (Panthera tigris balica), atau samong dalam bahasa lokal, adalah subspesies harimau yang dinyatakan sudah punah. Harimau bali adalah satwa endemik pulau Bali dan merupakan satu dari tiga subspesies harimau yang ada di Indonesia yaitu harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) dan harimau jawa (panthera tigrissondaica) yang telah dinyatakan punah.
Harimau bali merupakan harimau terkecil dari ketiga subspesies harimau Indonesia. Harimau bali terakhir kali ditembak mati pada tahun 1925 di Sumber Kima, Bali Barat, dan resmi dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937.
Pulau Bali yang kecil dan tutupan hutannya yang terbatas, membuat para ahli meyakini bahwa populasi satwa ini tak pernah besar. Seluruh foto satwa ini sudah dalam keadaan mati ditembak, menandakan bahwa kepunahannya diduga akibat perburuan yang terus menerus, selain karena faktor hilangnya habitat akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian dan pemukiman.
6. Syrian Wild Ass (punah tahun 1928)
Equus hemionus hemippus, Vienna Zoo 1924.
Syrian Wild Ass (Equus hemionus hemippus) atau sering disebut Hemippe adalah subspesies onager (Equus hemionus), spesies kuda yang paling kecil. Satwa ini pernah menghuni kawasan luas di Syria, Yordania dan Irak. Satwa ini diketahui tidak bisa dijinakkan dan dipelihara.
Keunikan satwa ini adalah kemampuan kulitnya berubah warna mengikuti musim. Kulitnya akan berwarna zaitun kecoklatan pada musim panas dan berubah menjadi kuning pucat pada musim panas.
Spesies ini pernah mempunyai populasi yang besar sekitar abad ke-16 dan abad ke-17 dan berkurang drastis akibat perburuan yang tak terkendali, terutama semasa era perang dunia pertama. Pada 1928, spesies terakhir mati di kebun binatang Vienna, Austria.
7. Singa Berber (punah tahun 1960-an)
Sultan, sang singa berber, New York Zoo 1897.
Singa berber (Panthera leo leo) atau dalam bahasa Inggris disebut Barbary Lion adalah sub spesies singa Afrika yang diperkirakan telah punah di alam liar pada pertengahan abad ke-20.
Berbeda dengan jenis lainnya, singa ini memiliki rambut yang lebih panjang dan berwarna gelap, hingga menutupi pundah dan sebagian perutnya. Ukuran rata-ratanya pun juga lebih besar daripada jenis singa lainnya, yaitu mencapai 3,25 meter (panjang dari kepala hingga ekor). Bandingkan dengan rata-rata singa lainnya yang hanya memiliki panjang 2.8 meter.
Beberapa singa berber terakhir mati karena diburu pada tahun 1950-1960-an di Tizi n’Tichka, kawasan pegunungan barat Maroko. Meskipun telah habis di alam liar, WildLink International berusaha untuk mencari apakah masih ada spesies ini di kebun binatang.
Pada maret 2010, ada 2 individu anak singa dikabarkan dipindakan ke Kebun Binatang Texas (AS) sebagai bagian dari program pembiakan kembali singa tersebut. Hingga kini belum diketahui pasti apakah keduanya adalah benar keturunan dari singa besar Afrika tersebut.
8. Bison Kaukasus (punah pada 1927)
Bison kaukasus (Bison bonasus caucasicus) adalah subspesies bison eropa yang menghuni pegunungan Kaukasus yang memanjang di Eropa Timur. Pada abad ke-17, satwa besar ini menghuni kawasan luas di area Kaukasus Barat.
Ketika manusia mulai banyak yang bermukim di sekitar habitatnya pada abad ke-19, populasinya berkurang hingga hanya sepersepuluh dari jumlahnya pad dua abad sebelumnya. Pada tahun 1860, diketahui populasinya masih ada sekitar 2000-an individu, namun berkurang drastis hingga hanya tersisa 500-an pada 1917, dan 50 individu pada 1921. Meski demikian, perburuan tak berhenti dan tiga individu terakhir ditembak mati pada 1927.
9. Rusa Schomburgk (punah tahun 1932)
Rucervus schomburgki, West Berlin Zoo, 1911.
Rusa schomburgk (Rucervus schomburgki) dulunya menghuni beberapa kawasan di Thailand dan tidak ditemukan di negara lain. Habitatnya adalah dataran rawa-rawa dengan rumput panjang, tebu, dan semak-semak; dan nampaknya menghindari kawasan hutan.
Produksi padi secara besar-besaran pada abad ke-19 di Thailand untuk memenuhi permintaan luar negeri memicu hilangnya sebagian besar kawasan semak dan rawa yang selama ini menjadi habitat rusa cantik ini. Selain itu, perburuan tak terkendali juga membuatnya makin cepat punah. Rusa ini punah di alam liar pada tahun 1932, dan rusa terakhir mati di kebun binatang pada 1938.
10. Badak Hitam Afrika Barat (dinyatakan punah 2011)
Badak hitam afrika barat (Diceros bicornis longipes) adalah subspesies dari badak hitam dan telah dinyatakan punah pada 2011. Dulunya, badak ini menghuni kawasan savanna yang luas di Afrika bagian barat, namun populasinya menurun drastis akibat perburuan.
Satwa ini dulunya paling banyak ditemukan di Kamerun, namun survey terakhir untuk mengetahui keberadaan satwa ini tak berhasil menemukan satu pun individu. Satwa ini diburu karena culanya yang berharga mahal, yang di Tiongkok dipercaya bisa menjadi obat untuk beberapa penyakit tertentu, termasuk dipercaya mampu mendeteksi keberadaan racun di dalam tubuh.