Walau berstatus dilindungi sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.18 tahun 2013, namun keberadaan ikan hiu paus (Rhincodon typus) di lautan Indonesia masih terus diburu. Hal itu, membuat keberadaannya semakin terancam dari kepunahan, karena populasinya diperkirakan terus menyusut tajam dari tahun ke tahun.
Bentuk perburuan terhadap ikan raksasa tersebut, salah satunya terjadi di Provinsi Maluku, tepatnya di Pulau Kasumba, Seram Bagian Barat. Di sana, diketahui ada dua ekor ikan hiu paus yang ditangkap secara sengaja dan kemudian dimasukkan dalam keramba jaring apung (KJA) di sekitar pulau tersebut milik PT Air Biru Maluku.
Dua ikan hiu paus tersebut, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, sudah tiga bulan berada di KJA tersebut. Diduga, kedua ikan itu akan dikirim dalam keadaan hidup ke negara lain. Dugaan itu muncul, karena ikan hiu paus selama ini banyak dimanfaatkan untuk akuarium raksasa di seluruh dunia.
“Ini sangat aneh, kenapa ikan yang dilindungi statusnya bisa dipelihara di keramba. Mereka harus dipidanakan,” ucap Susi saat memberi keterangan pers di Jakarta, Jumat (26/05/2016).
hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Hiu Paus di perairan Teluk Cendrawasih, Kabupaten Nabire, Papua Barat.
Menurut dia, sesuai Kepmen No.18/2013, ikan hiu paus menjadi salah satu biota laut yang statusnya dilindungi bersama pari manta. Dengan status tersebut, kata dia, seharusnya, siapapun harus berpikir ulang jika ingin memanfaatkannya secara langsung.
“Jangankan dikirim hidup, dikonsumsi saja tidak boleh. Ini kan aneh,” ucap dia.
Dengan ditemukannya kasus tersebut, Susi menduga, hingga saat ini masih banyak oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan ikan dilindungi untuk kepentingan pribadi mereka. Jika itu terus dibiarkan, maka ancaman kepunahan tidak dapat dihindari lagi.
“Dengan diberikan status perlindungan saja, ancaman kepunahan tetap ada. Padahal, seharusnya dengan status tersebut, siapapun bisa paham bahwa ikan tersebut tidak boleh dimanfaatkan dalam bentuk apapun,” tutur dia.
“Ikan hiu paus ini bersama pari manta sekarang dilindungi dan statusnya masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN),” tambah dia.
Susi menerangkan, perbuatan tersebut melanggar Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta Kepmen No.18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus).
Karena itu adalah perbuatan ilegal, menurut Susi, pelaku akan dijerat sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Setelah terbukti ada dua ekor ikan hiu di keramba, KKP selanjutnya akan melakukan penyidikan yang dilakukan oleh Satker PSDKP Ambon. Kemudian, untuk menghindari kematian ikan hiu paus tersebut, KKP akan melakukan pelepasliaran kedua ekor tersebut ke lautan lepas.
Pengamatan Selama Sepekan
Sebelum diamankan, dua ekor hiu paus tersebut sebelumnya diamati selama sepekan oleh tim dari Wildlife Conservacy Society (WCS). Pengamatan tersebut, dilakukan juga terhadap perusahaan yang mengoperasikan KJA tersebut.
WCS yang mengamati kecurigaan tersebut, melihat ada gerak gerik yang tidak biasa. Meski perusahaan tersebut selalu memberi makan kedua ikan hiu paus, tetapi disinyalir itu dilakukan supaya kedua ekor tersebut tetap hidup sebelum dikirim dalam keadaan hidup ke negara lain.
“Dugaan sementara kami, perusahaan tersebut mempunyai rencana untuk mengirimnya ke Tiongkok. Hal itu, karena pemilik perusahaan tersebut diketahui berasal dari negara tersebut tetapi bertempat tinggal di Singapura,” papar Country Director WCS Noviar Andayani kepada Mongabay Indonesia.
Saat melakukan pengamatan tersebut, dia menjelaskan, diketahui kalau ikan yang berada dalam keramba itu berukuran masing-masing sekitar 4 meter. Namun, anehnya, saat dilakukan operasi langsung bersama WCS dan KKP, ditemukan Surat Rekomendasi Gubernur Maluku untuk konservasi ikan hias dan surat rekomendasi BKSDA untuk konservasi ikan hias.
“Artinya, mereka sebenarnya sudah paham, jika ikan hiu paus adalah ikan yang dilindungi. Tapi, mereka tetap saja menangkapnya,” sebut dia.
“Ancaman terbesar untuk biota laut dilindungi, adalah perdagangan atau penangkapan secara ilegal. Ini harus dicegah,” tambah dia.
Foto pengunjung yang naik ke punggung hiu paus di Facebook yang dikecam netizen.
Adapun, kasus yang terjadi di Maluku tersebut, menurut Noviar, merupakan kasus pertama yang ditangani timnya. Meskipun, sejak 2014 WCS sudah menangani 22 kasus penangkapan dan perdagangan ilegal untuk satwa dilindungi di Indonesia.
Dalam proses pengamatan tersebut, WCS mendapatkan informasi dari saksi-saksi bernama Soim, penunggu dan pemberi makan ikan di KJA dan Amrin, anak dari Opan, orang yang melakukan penangkapan ikan hiu paus.
Selain itu, WCS juga mendapat keterangan dari Soim yang menyebut dua ikan hiu paus tersebut sudah berada selama tiga bulan di keramba. Ikan-ikan tersebut ditangkap oleh Opan menggunakan alat tangap purse seine di perairan dekat Pulau Kasumba atau sekitar 10 mil ke arah barat laut.
“Pemilik KJA adalah PT Air Bir Maluku atas nama Hendrik, WN Tiongkok yang tinggal di Singapura, serta Darto, pengusaha budidaya ikan, yang bekerjasama dengan penegak hukum bernama Rio di Jakarta,” jelas dia.
“Yang mengejutkan, saat dihubungi lewat telepon, penegak hukum tersebut mengaku sebagai anggota tim Satgas 115 yang fokus dalam pemberantasan IUU Fishing,” pungkas dia.