TENTANG YONI DAN LINGGA
Pada bangunan candi
yang berlatarkan agama Hindu biasanya terdapat arca-arca Dewa Siwa,
Agastya, Durga, dan Ganesha. Masing-masing arca tersebut menempati ruang
pada arah mata angin tertentu, yaitu Agastya menempati relung sebelah
selatan, Durga di sebelah utara, Ganesha di sebelah timur atau barat,
dan Siwa di pusat. Siwa sebagai dewa utama mempunyai sejumlah nama lain,
di antaranya adalah Mahadewa, Isana, dan Rudra. Penggambaran Siwa
selain sebagai manusia, seringkali digambarkan dalam bentuk lingga.
Lingga yang digambarkan sebagai kelamin laki-laki biasanya dilengkapi
dengan Yoni sebagai kelamin wanita. Persatuan antara Lingga dan Yoni
melambangkan kesuburan. Dalam mitologi Hindu, yoni merupakan
penggambaran dari Dewi Uma yang merupakan salah satu sakti (istri) Siwa.
Yoni adalah landasan lingga yang melambangkan kelamin wanita (vagina).
Pada permukaan yoni terdapat sebuah lubang berbentuk segi empat di
bagian tengah – untuk meletakkan lingga – yang dihubungkan dengan
kehadiran candi.
Yoni merupakan bagian dari bangunan suci dan ditempatkan di bagian
tengah ruangan suatu bangunan suci. Yoni biasanya dipergunakan sebagai
dasar arca atau lingga. Yoni juga dapat ditempatkan pada ruangan induk
candi seperti Candi Jawi di Jawa Timur. Berdasarkan konsep pemikiran
Hindu, Yoni adalah indikator arah letak candi.
Bentuk
Yoni yang ditemukan di Indonesia pada umumnya berdenah bujur sangkar,
sekeliling badan Yoni terdapat pelipit-pelipit, seringkali di bagian
tengah badan Yoni terdapat bidang panil. Pada salah satu sisi yoni
terdapat tonjolan dan laubang yang membentuk cerat. Pada penampang atas
Yoni terdapat lubang berbentuk bujur sangkar yang berfungsi untuk
meletakkan lingga. Pada sekeliling bagian atas yoni terdapat lekukan
yang berfungsi untuk menghalangi air agar tidak tumpah pada waktu
dialirkan dari puncak lingga. Dengan demikian air hanya mengalir keluar
melalui cerat. Beberapa ahli mengemukakan bahwa bagian-bagian yoni
secara lengkap adalah nala (cerat), Jagati, Padma, Kanthi, dan lubang untuk berdirinya lingga atau arca.
Lingga dan Yoni mempunyai suatu arti dalam agama setelah melalui suatu
upacara tertentu. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud
aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap
Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang dalam usahanya untuk berkomunikasi
dengan mereka. Dalam ritus dan upacara religi biasanya dipergunakan
bermacam-macam sarana dan peralatan, salah satu di antaranya adalah
arca. Beberapa fungsi Lingga dan Yoni adalah sebagai berikut:
- Sejak abad ke 8 yaitu Prasasti Canggal telah menyebutkan bahwa seorang raja mendirikan lingga dan Yoni untuk mengukuhkan kedudukannya. Di Kamboja sendiri sudah menjadi kebiasaan bagi seorang raja mendirikan lingga untuk mengukuhkan kedudukannya di atas takhta. Lingga – Yoni demikian, yang sejak Jayawarman II disebut “Dewaraja”, diberi nama yang menggambarkan perpaduan antara raja yang mendirikan dengan sang dewa yang menjadi pemujanya (Siwa).
- Lingga yang didirikan juga untuk memperingati suatu peristiwa penting, seperti menang dalam perang.
Dari data-data prasasti yang ditemukan, untuk sementara dapatlah
dianggap bahwa di sebuah desa setidak-tidaknya terdapat sebuah bangunan
suci. Tetapi mungkin juga ada desa yang tidak mempunyai bangunan suci.
Di dalam sebuah bangunan suci terdapat arca dewa yang merupakan arca
perwujudan atau wakilnya yang disebut lingga. Arca atau lingga itu
berdiri di atas landasan yang disebut pranala atau yoni.
Petunjuk yang menyebutkan bahwa yoni ditempatkan di dalam bangunan,
didapatkan pada prasasti dari jaman Majapahit, yaitu prasasti Tuhanaru
dari tahun 1323 M, prasasti Bendosari dari tahun 1350 M, dan prasasti
Batur yang angka tahunnya sudah hilang. Di dalam prasasti-prasasti itu
yoni disebut pranala, sedangkan yang terletak di atasnya adalah arca
atau lingga. Dalam kenyataannya, baik di Jawa Tengah maupun di Jawa
Timur, banyak ditemukan yoni dalam kaitannya dengan bangunan.
Disamping yang terletak di dalam bangunan, ada juga yoni yang ditemukan
mandiri. Petunjuk tentang itu didapatkan dari prasasti yang berkenaan
dengan penetapan suatu daerah menjadi sima. Mungkin yang dimaksud dengan
yoni di dalam prasasti-prasasti ini adalah sang hyang kulumpan. Pada
waktu upacara penetapan sima, sang hyang kulumpan diletakkan di tengah
lapangan upacara, dikelilingi oleh para pejabat yang hadir dalam
peresmian tersebut, dan berfungsi sebagai tanda sima. Atas dasar
kenyataan-kenyataan di atas, dapat diduga bahwa yoni selalu berhubungan
dengan pemukiman. Sehingga dapat dipakai sebagai petunjuk pemukiman
“masa klasik”, dan persebaran yoni juga merupakan persebaran pemukiman.
Umumnya yoni ditemukan di dalam sebuah bangunan suci yang disebut candi
atau ditemukan bersama sisa bangunan. Di dalam bangunan ini yoni dipakai
sebagai landasan arca atau lingga. Dapat dikemukakan sebagai contoh
misalnya, yoni yang ditemukan di dalam bangunan induk candi Sambisari.
Di candi ini yoni dipakai sebagai landasan sebuah lingga. Lain halnya
dengan yoni yang ditemukan di candi Lara-Jonggrang. Di dalam bangunan
ini yoni berfungsi sebagai landasan arca siwa. Petunjuk tentang adanya
yoni yang ditempatkan di dalam bangunan, terdapat pada prasasti dan
kitab Nagarakertagama dengan istilah pranala.
Dari sumber-sumber sejarah yang berasal dari jaman Jawa Tengah dan jaman
Jawa Timur tentang istilah untuk Yoni, dapat disimpulkan bahwa Yoni
mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
- Yoni yang berpasangan dengan lingga disebut juga sang hyang kulumpan dengan sang hyang susuk yang dipuja pada waktu penetapan sima, dan bahkan sebagai pusatnya, dan
- Yoni yang berpasangan dengan lingga atau arca perwujudan disebut juga pranala yang dipuja di dalam bangunan, berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan lingga atau arca perwujudan.
TAHAP TAHAP PEMBANGUNAN CANDI
Candi biasanya dibangun atas perintah dari seorang tokoh yang terpandang
atau seorang raja. Seseorang yang memiliki keinginan untuk membangun
candi disebut Yajamana (sponsor). Ia kemudian menghubungi kelompok Silpin (seniman sekaligus seorang pendeta) yang telah menjadiAcharryya.
Menurut kitab Nanasara-Silpasastra (kitab pedoman membangun candi), kelompok silpin dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
- Sthapati, sang arsitek perencana, yang berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan,
- Sutragrahin ialah insinyur sipil atau ahli tekhnik sipil yang menjadi pemimpin umum,
- Taksakha atau pemahat candi, dan
- Vardhakin atau pengukir ornamen candi.
Hal
pertama yang dilakukan oleh silpin adalah mencari lokasi yang tepat
untuk membangun candi atau kuil, dibantu dengan ahli-ahli yang dapat
menunjukkan tempat yang dimaksud. Lokasi-lokasi yang dianggap paling
baik adalah yang dekat dengan sumber mata air. Sebab didaerah tersebut
dipercaya tempat bermainnya para dewa dari kahyangan. Berikut lokasi
yang paling baik menurut mereka:
- Dekat dengan sumber mata air,
- Dekat tepian sungai,
- Berada di sekitar lereng gunung yang bermata air, dan
- Lokasi terbaik dari yang terbaik adalah dekat dengan pertemuan 2 sungai.
Namun ada juga lokasi-lokasi yang dijauhi karena dipercaya membawa sial
atau lokasinya susah untuk didirikan sebuah candi atau kuil, lokasinya
antara lain:
- Lahan tempat atau bekas pembakaran mayat,
- Lahan paya-paya atau rawa-rawa, dan
- Lahan berbatu-batu.
Apabila telah ditemukan dan ditentukan tempat atau lahan yang dianggap
cocok, hal kedua yang silpin lakukan adalah menguji kesuburan lahan (Bhupariksa) yang dilakukan bersama-sama ahli-ahlinya masing-masing. Ada 3 tahapan cara, yaitu:
Menguji kepadatan tanah, dilakukan 2 macam cara pengujian, yaitu:
- Tanah yang ditentukan, dikeruk atau digali sampai setinggi lutut. Kemudian tanah urukan itu dimasukkan lagi ke lubang tadi. Tanah yang dimasukkan harus rata kembali seperti sedia kala. Dengan demikian tanah tersebut memiliki kepadatan yang baik, cocok sebagai fondasi candi.
- Pengujian lainnya yaitu dengan menggunakan air. Pertama keruk tanah yang telah ditentukan. Kemudian isi air sampai penuh. Lihat keesokan harinya. Jika air tinggal setengah berarti baik. Tapi bila kurang atau lebih dari setengah berarti kurang baik.
Pengujian dengan air
Menguji uap tanah dari zat-zat berbahaya
Cara pengujiannya gampang. Pada tanah yang telah ditentukan, taruhlah
pelita yang terbuat dari tanah liat bakar. Perhatikan nyala apinya.
Apabila api yang menyala tegak keatas, tidak bergoyang-goyang, berarti
tanah tersebut bebas dari gas-gas berbahaya. Cocok untuk membangun candi
atau kuil.
Pengujian gas dengan api pelita
Mengetes kesuburan tanah
Caranya sama bila kita ingin membajak sawah. Pada tempat yang diduga
baik itu pertama dibajak, selanjutnya dicangkul terus diratakan dan
tanam bibit tanaman yang cepat tumbuh, bibit toge atau padi contohnya,
lalu terakhir diairi. Bila hanya dalam selang 1-2 hari telah tumbuh
tunas, tempat tersebut baik untuk dibangun candi atau kuil.
Demikianlah tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menemukan tempat
yang baik untuk didirikan sebuah candi. Apabila ada satu tahapan saja
yang gagal, maka pencarian lokasi terus dilakukan sampai ketemu.
Bila silpin sudah menetapkan tempat yang cocok dan tepat untuk dibangun
candi, dengan semua persyaratan di atas telah terpenuhi, maka daerah
yang ingin didirikan candi diberi pembatas. Pembatas ini menggunakan
benang mantra, yang mengelilingi daerah yang ingin didirikan candi
berbentuk bujur sangkar, sehingga ada pembatas antara daerah sakral (daerah di dalam pembatas) dengan daerah profan (daerah di luar pembatas). Setelah itu silpin membuat titik tengah untuk menentukan letakBrahmasthana (tempat bersemayamnya dewa Brahma).
Di Brahmasthana itu, kemudian dibuatlah perigi (seperti sumur) untuk
tempat menaruh kotak logam (garbhapatra) yang isinya penyimbolan dari Pancamahabhuta (lima unsur utama, yaitu: api, air, tanah, udara, dan ether).
Pada bagian permukaannya, pada daerah sakral, dibuatlah kotak-kotak kecil atau grade. Jumlah grade yang dibuat berbeda-beda sesuai dengan jenis candi yang ingin dibuat. Apabila ingin membanguncandi Brahmana maka jumlah gradenya 61 buah dan apabila ingin membangun candi Ksatria maka
jumlah gradenya 81 buah. Di grade ini pula kemudian ditaruh
lembar-lembaran emas yang tertulis nama-nama dewa. Tiap-tiap grade
berbeda nama dewanya.
Setelah semua hal di atas rampung dikerjakan, maka tahap selanjutnya
adalah tahap membangun bangunan candi. Biasanya candi-candi di India,
candi induknya didirikan di atas Brahmasthana. Namun, entah kenapa,
kebanyakan candi di Indonesia tidak demikian. Hanya beberapa candi,
seperti candi Gebang dan candi Sambisari saja yang candi induknya
didirikan diatas Brahmasthana. Hal ini belum diketahui secara pasti apa
penyebabnya.
Kemudian, pada komplek-komplek candi Hindu, di depan candi induk dibangunlah tiga buah Pervara(candi-candi
kecil). Ini merupakan ciri khas dari candi Hindu. Sedangkan pada
komplek candi Buddha, Pervara dibuat mengelilingi bangunan candi induk.
Tahap-Tahap Pembangunan Candi
Macam-Macam Pondasi Candi
Pada bangunan candi kita mengenal beberapa jenis pondasi yang digunakan, yaitu jenis pondasi langsung, jenis pondasi tak langsung, dan jenis pondasi sumuran.
Jenis Pondasi Langsung
Maksudnya bangunan candi yang akan dibangun didirikan langsung diatas
tanah yang stabil.Contoh candi dengan pondasi ini adalah pintu-pintu
gerbang di Ratu Baka.
Jenis Pondasi Tak Langsung
Pondasi jenis ini dibuat dengan cara membuang sebagian tanah yang tidak
stabil sampai ditemukannya tanah stabil atau tanah “waras”. Kemudian
diuruk kembali dengan tanah. Contoh candinya adalah candi Borobudur.
Jenis Pondasi Sumuran
Tanah yang akan didirikan candi, digali seperti sebuah sumur. Kemudian tanah itu diuruk dengan tanah dan batu-batuan.
Bagian-Bagian Candi (Bagian Dalam)
Bagian Pondasi atau Kaki
v Bhurloka menurut
agama Hindu adalah dunia tempat tinggal manusia dan makhluk-makhluk
lain yang masih dipenuhi oleh hawa nafsu dan keinginan. Masih ada
kebaikan dan kejahatan di dunia.
v Kamadhatu dalam agama Buddha berarti peringkat cinta, nafsu terhadap duniawi.
v Garbhapatra atau Peripih adalah kotak logam untuk menaruh benda-benda yang mewakili 5 unsur utama, yaitu: api, air, udara, tanah, dan ether.
v Perigi adalah lubang seperti sumur di bawah tanah, tempat menaruh garbhapatra.
Bagian Tubuh
v Bhuvarloka dan Rupadhatu adalah
area yang menyimbolkan dunia tempat tinggal manusia dan para makhluk
lain yang telah berhasil menghilangkan nafsu duniawi namun mereka masih
hidup.
v Lingga dan Yoni adalah
simbol dari kemaluan laki-laki dan perempuan. Hanya terdapat di dalam
candi Hindu. Biasanya kalau candi Buddha dalamnya adalah arca Buddha.
Bagian Atap
v Svarloka dalam
agama Hindu merupakan area yang menyimbolkan dunia tempat tinggal dewa
dan manusia yang diperdewakan. Dalam alam ini manusia yang baik ketika
masih hidup mendapat ganjarannya berupa surga. Dan bagi orang jahat akan
masuk alam yang bernama Yamaloka.
v Arupadhatu adalah
dunia tanpa wujud, kosong, sepi, tempat tujuan akhir bagi pemeluk agama
Buddha. Buddha tidak mengenal surga atau neraka. Penderitaan menurut
Buddha adalah bila seorang makhluk berulang-ulang kali melakukan
reinkarnasi (samsara).
v Batu Sungkup adalah batu pengait bagian atap candi agar dapat menyatu.
v Ruang Kosong mempunyai dua fungsi, yaitu satu pada saat upacara Pranapratistha (pemanggilan dewa) sebagai tempat persemayaman sementara dewa, kemudian yang kedua agar beban bagian atap tidak terlalu besar.
Bagian-Bagian Candi (Bagian Luar)
Penjelasan Bagian-Bagian Candi
v Kemuncak merupakan
bagian tertinggi dari sebuah candi. Biasanya hanya dari melihat
kemuncak kita dapat mengetahui candi itu bernafaskan Hindu atau Buddha.
Bila candi Hindu kemuncaknya disebut Ratna sedangkan candi Buddha kemuncaknya merupakan stupa.
v Antifak pada
candi memiliki 2 fungsi, yaitu satu sebagai penanda dari peralihan
wilayah horizontal candi, lalu kedua untuk memperindah candi.
v Mercu atap merupakan sebuah miniatur-miniatur candi.
v Kirttimukha adalah bagian depan dari sebuah candi. Biasanya terdapat patung Kala yang ditempatkan diatas pintu candi, berfungsi untuk mengusir hawa jahat.
v Parsvadevata atau relung adalah bagian yang berfungsi untuk menaruh arca-arca dewa.
v Antarala disebut juga lorong pintu atau penampil pintu candi.
v Pradaksivapatha jalur untuk berjalan searah jarum jam pada sekeliling candi.
v Vedi atau pagar langkan.
v Panil relief adalah bagian sisi-sisi candi yang dipergunakan untuk relief-relief.
v Menara sudut pipi tangga.
v Makara merupakan hewan mitos yang disucikan. Makara bertubuh ikan serta berkepala gajah.
v Lapik adalah pondasi dari candi.
Macam-Macam Bingkai
Pada bangunan candi Hindu atau candi Buddha ada banyak bingkai atau pelipit,
yaitu bagian bangunan yang bentuknya khas, menghias dinding seluruh
bangunan candi tersebut (mengelilingi dinding). Bingkai termasuk ragam hias arsitektural.
Maksudnya bingkai atau pelipit tak dapat dihilangkan atau dilepas dari
candi, bila hilang atau lepas akan mengganggu kehormanisan bangunan
candi.
Lawan kata dari ragam hias Arsitektural adalah ragam hias ornamental.
Yang mana ragam hias ini hanya merupakan penghias candi agar tampak
lebih indah dilihat. Contohnya adalah relief-relief pada dinding candi.