-->

Polisi diminta berhati-hati dalam menangani 'kasus Gafatar'

 

Keluarga orang-orang yang diduga 'hilang' karena terkait organisasi masyarakat Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) meminta polisi bergerak cepat untuk mencari keluarga mereka.
Namun demikian, seorang pengamat meminta polisi bersikap hati-hati dalam menangani kasus ini, karena belum tentu mereka bergabung ke Gafatar lantaran dipaksa.
Adapun kepolisian masih mendalami keberadaan serta tujuan ormas Gafatar, kata Kepala divisi humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan, Selasa (12/01) pagi.

Organisasi Gafatar, yang didirikan pada 2012, menjadi sorotan masyarakat setelah ada kasus hilangnya seorang ibu bernama Rica dan anaknya, 30 Desember lalu.

Dan Senin (11/02), polisi mengatakan telah menemukan dokter Rica Tri Handayani dan anak balitanya di Kalimantan Tengah, Pangkalan Bun.
Walaupun masih menyelidiki latar belakang kasus ini, temuan sementara kepolisian menyebutkan Rica adalah 'bekas aktivis Gafatar'.

Kebebasan mengikuti ajaran

Pengamat Islam dan staf pengajar di Universitas Paramadina, Jakarta, Budhy Munawar Rahman, mengatakan polisi tidak bisa menjadikan fatwa Majelis Ulama Indonesia, MUI yang menyatakan satu ajaran sesat sebagai dasar untuk mengambil tindakan hukum terhadap sebuah kelompok.
“Tak boleh begitu mudah memberi penilaian bahwa kelompok ini sudah melakukan tindakan kriminal. Karena di situ ada kebebasan orang untuk mengikuti (ajaran), itu harus jadi bagian dari pertimbangan dan bagian dari HAM,” ujar Budhy kepada BBC Indonesia, Selasa (12/01) petang.
Menurut Budhy, jika keluarga melaporkan bahwa anggota keluarganya meninggalkan rumah karena mengikuti aliran tertentu dan keluarga tidak rela anggotanya ikut aliran tertentu, maka hal itu bukan bagian dari tindakan kriminal.



"Tetapi masalah kompleks dalam keluarga, sehingga belum bisa jadi alasan polisi menganggap bahwa organisasi ini telah melakukan tindakan kriminal," katanya.
Dia kemudian membandingkan dengan organisasi teroris. Menurutnya, karena sudah ada UU terorisme, maka organisasi teroris bisa dituntut, diselidiki, dan diproses hukum.
Namun Budhy tak melihat kelompok Gafatar sebagai kelompok terorisme. "Mungkin bentuknya adalah kelompok kepercayaan eksklusif yang berbeda dengan mainstream (utama)," katanya.
Jika misalnya warga yang hilang memang diculik, lanjutnya, polisi bisa memproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
“Tapi kalau dia merasa saya tidak diculik, saya merasa dengan kebebasan saya, saya memang mengikuti aliran ini, dan memang keluarga tidak suka dengan pilihan saya, ini memang ranah yang polisi tidak bisa masuk dalam ranah kebebasan individu seperti itu,” tegas Budhy mengingatkan,

Polisi masih mendalami Gafatar

Sementara itu, Kabid humas mabes Polri, Irjen Anton Charliyan mengatakan, pihaknya masih mendalami keberadaan dan tujuan ormas Gafatar.
"Tapi apapun juga alasannya, ini sangat berbahaya karena menghancurkan keyakinan yang sudah ada, yang tidak sesuai dengan syariat-syariat agama, agama manapun juga, bukan hanya Islam, Nasrani pun demikian,” kata Anton Charliyan.
Anton juga belum bisa menyebut berapa jumlah orang di Indonesia yang dilaporkan 'hilang' karena terkait Gafatar.

Namun demikian, dia menganalisa, pimpinan Gafatar sedang melakukan konsolidasi untuk mengumpulkan mantan aktivis organisasi tersebut.
"Yang dulu mungkin sudah jauh, diikat kembali, untuk konsolidasi kembali untuk mengadakan gerakan-gerakan mereka," katanya.
Polisi menduga seperti itu didasarkan kasus hilangnya seorang ibu bernama Rica.
“Berdasarkan benang merah, yang sekarang direkrut dari tiga orang ini, Rica itu mantan aktivis Gafatar, dua saudaranya mantan aktivis Gafatar, Ibu DI itu juga mantan aktivis Gafatar, KL itu simpatisan Gafatar," ungkapnya.

Sumber : BBC

Sebaik-baiknya Manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Disqus Comments